Berempati kepada saudara seiman (Imamat 25 : 39-43)
39. Apabila saudaramu jatuh miskin di antaramu, sehingga
menyerahkan dirinya kepadamu, maka janganlah memperbudak dia.
40. Sebagai orang upahan dan sebagai
pendatang ia harus tinggal di antaramu; sampai kepada tahun Yobel ia harus
bekerja padamu.
41. Kemudian ia harus diizinkan keluar dari padamu, ia
bersama-sama anak-anaknya, lalu pulang kembali kepada kaumnya dan ia boleh
pulang ke tanah milik nenek moyangnya.
42. Karena mereka itu hamba-hamba-Ku yang Kubawa keluar
dari tanah Mesir, janganlah mereka itu dijual, secara orang
menjual budak.
43. Janganlah engkau memerintah dia dengan kejam,
melainkan engkau harus takut akan Allahmu.
Imamat ditulis untuk mengajar bangsa Israel dan para imam perantara mereka
mengenai cara menghampiri Allah melalui darah pendamaian dan untuk
menjelaskan standar kehidupan kudus yang ditetapkan Allah bagi umat pilihan-Nya.
Imamat terutama meliputi dua tema penting: pendamaian dan kekudusan.
- Pasal 1-16 berisi Cara Menghampiri Allah: Pendamaian.
- Pasal 17-27 berisi Cara Hidup di Hadapan Allah: Kekudusan.
Pembahasan kita pada tema kekudusan dalam peraturan kehidupan bangsa
israel. marilah kita mendalam apa yang dikatakan Hukum
taurat jika ada saudara kita yang mengalami kemiskinan dikarenakan sesuatu
sebab-sebab tertentu. Hukum taurat tidak mengajarkan kepada kita agar melecehkan
mereka dan mengatakan telah mengalami kutuk dari Tuhan atau sebagai orang tidak
memiliki iman dalam kehidupannya.
Sebaliknya, Hukum taurat
mengajarkan beberapa prinsip sbb:
I.
“Hendaklah engkau menopang atau
mengokohkan dia seperti layaknya sebagai “orang asing” dan “pendatang” (ay 35).
Apa yang dimaksud dengan
“orang asing” dan “pendatang” itu? orang asing” dan “pendatang” memiliki makna orang asing yang bukan Israel yang masuk dan hidup mengikuti prinsip
dan aturan ditengah-tengah Israel.
Imamat 19:33 mengatakan, “Apabila orang asing tinggal
ditengah kamu sebagai orang asing, janganlah kamu menindas dia” Berarti
ketika ada saudara, teman, sahabat kita yang sedang mengalami kesusahan dan
kemiskinan, langkah yang harus dilakukan adalah membantu apa yang dia perlukan,
layaknya orang asing dan pendatang yang telah masuk dalam lingkungan komunitas
kita.
II.
“Janganlah kamu mengambil uang
riba maupun bunga melainkan takutlah akan Tuhan.”(ay 36-38). Mengapa kita dilarang mengambil “uang riba” dan “bunga”? kita dilarang karena :
·
Merugikan sesama (Yehkz 22:12)
“Padamu orang menerima suap untuk
mencurahkan darah, engkau memungut bunga uang atau mengambil riba dan merugikan
sesamamu dengan pemerasan, tetapi Aku kaulupakan, demikianlah firman Adonai Tuhan”
·
Menimbun kekayaan pribadi (Ams 28:8)
“Orang yang memperbanyak hartanya
dengan riba dan bunga uang, mengumpulkan itu untuk orang-orang yang mempunyai
belas kasihan kepada orang-orang lemah”
III.
“Apabila
saudaramu jatuh miskin di antaramu, sehingga menyerahkan dirinya kepadamu, maka
janganlah memperbudak dia.” (ay 39). Hukum
taurat bukan menginjinkan perhambaan atau perbudakan, namun Hukum taurat
mengatur bagaimana selayaknya memperlakukan seorang hamba atau budak,
dikarenakan konteks budaya dan hukum disekitar Israel adalah demikian. Dan
saudara, teman, sahabat kita yang mengalami kemiskinan janganlah diperlakukan
secara semena-mena layaknya seorang hamba atau budak. Jika kita melakukan hal
demikian, berarti kita telah merendahkan martabatnya dan membunuh karakternya.
IV.
“Sebagai
orang upahan dan sebagai pendatang ia harus tinggal di
antaramu; sampai kepada tahun Yobel ia harus bekerja padamu.” (ay 40). Apa itu Tahun Yobel? Tuhan menjelaskan mengenai Tahun Yobel dalam Imamat 25:8-13.
Tahun Yobel adalah tahun yang jatuh setiap limapuluh tahun dan merupakan suatu tahun
rahmat dan pembebasan, khususnya bagi kaum miskin yang berhutang dan para
hamba. Di Tahun Yobel itulah, segala hutang dan beban orang miskin dibebaskan
dan saudara kita yang bekerja pada kita, harus diijinkan pulang dan kembali
kepada kaum keluarganya.
V.
“Janganlah
engkau memerintah dia dengan kejam, melainkan engkau harus
takut akan Allahmu.” (ay 43). Mereka
adalah manusia yang sama dengan kita, yang diciptakan berdasarkan gambar dan
rupa Tuhan, maka kita dilarang untuk merendahkan harkat dan martabat orang-orang yang
bekerja pada kita dikarenakan statusnya yang berubah menjadi orang miskin.
Tindakan ini sepintas
merupakan tindakan “rasialis” dan “mengijinkan” perhambaan atau perbudakan,
namun ini adalah konteks kebudayaan di Timur Tengah pada waktu itu. Dan Tuhan
memberikan petunjuk untuk memperlakukan para budak dengan benar kepada Israel.
Dengan berbagai peraturan yang
Tuhan berlakukan atas Israel, Dia mengajak Bangsa Israel selalu introspeksi
diri bahwa apa yang mereka lakukan, haruslah sebagaimana yang Tuhan lakukan
sejak masih berada di Mesir, di mana Dia menyatakan kemurahan-Nya dengan
membebaskan mereka dari perbudakan Mesir (Ay 38, 42, 55).
Dari keseluruhan pengkajian
kita atas Kitab Imamat 25:39-43, sangat nyata relevansi Hukum taurat sebagai sumber kemakmuran dan kesejahteraan umat Tuhan. Ekonomi Hukum taurat memberdayakan dan meninggikan martabat seseorang yang jatuh dalam
kemiskinan.
Kesimpulan
Dosa membuat manusia materialis dan egois.
Israel pun tidak luput dari godaan bersikap tak adil dan tak berbelas kasih
kepada sesama. Itu sebabnya berbagai peraturan tahun Sabat dan tahun Yobel ini
penting agar kepedulian terhadap sesama diwujudkan. Inti dari Sabat dan Yobel
adalah berbagi anugerah Allah dengan mereka yang papa.
Pertama, perikop ini menjelaskan secara lebih detail
pengembalian tanah dan rumah yang tergadaikan karena hutang di tahun Yobel.
Dasar pemikiran yang dipakai adalah bahwa Allah pemilik semua tanah (ayat 23).
Kedua, peraturan tentang bagaimana memperlakukan
sesama mereka yang miskin. Umat Israel harus selalu mengingat bahwa kemakmuran
dan kesejahteraan mereka adalah semata-mata anugerah Tuhan dan bukan untuk
mereka nikmati sendiri. Maka seharusnya mereka peka dan peduli kepada sesama
mereka yang "kurang beruntung" dengan mengingat bahwa dulu mereka
miskin dan tertindas di tanah Mesir (ayat 38).
Mereka harus rela berbagi anugerah melimpah itu kepada sesama dalam bentuk
kesempatan, hak, dan modal untuk membangun kembali kehidupan yang lebih layak.
Bagaimanakah mewujudnyatakan firman Tuhan ini
dalam situasi sosial ekonomi kita saat ini? Kita yang diberkati dengan
kelimpahan harus menaikkan syukur dengan memberikan yang terbaik kepada Allah
dan oleh Dia kepada sesama kita yang membutuhkannya (2Kor 8:5b).
Dengan memberikan sumbangan atau terlibat
dalam aksi-aksi sosial, dan juga upaya berbagi modal dan kesempatan, seperti
uang, ketrampilan, dll, yang dapat membangunkan sesama kita menuju
kesejahteraannya mandiri. Bagi yang berkekurangan memanfaatkan keadaan ini
untuk belajar lebih memercayai anugerah dan pemeliharaan Allah.
Renungkan: Kristus rela menjadi miskin agar kita kaya (2Kor. 8:9). Relakah
kita berbagi kekayaan kita dengan sesama kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar