JUMAT Agung
adalah hari yang istimewa. Tidak biasanya orang Kristen bersekutu pada hari
Jumat. Hari persekutuan dan ibadah Kristen sepanjang segala masa adalah hari
pertama dalam seminggu. Bukan hari keenam, atau Jumat. Dan kalau anak-anak kita
bertanya: "Mengapa Jumat Agung lain dari Jumat-Jumat yang biasa? Jawaban
yang pasti dari para orangtua: "Karena pada hari Jumat Agung Yesus Kristus
mati. Ia disalibkan dan menyerahkan nyawanya sebagai tebusan bagi banyak orang".
Tentu saja jawaban ini benar. Tuhan Yesus mati pada hari Jumat.
Jumat Agung adalah hari yang unik. Kalau Matius hanya mencatat dua hal luar biasa. Lukas mencatat bagi kita tiga kejadian ajaib yang membuat Jumat yang satu itu lain dari kebanyakan hari Jumat. Pertama, kegelapan meliputi seluruh daerah itu selama tiga jam. Kedua, tabir Bait Suci terbelah dua. Ketiga, kepala pasukan penyaliban memuliakan Allah di depan umum. Tulisan ini akan terfokus pada ketiga keajaiban di Jumat yang Agung. Pertama: ada kegelaan meliputi seluruh daerah itu dari jam dua belas sampai jam tiga.
Matahari
tidak mau bersinar. Bumi menjadi gelap. Mengapa begitu? Para ilmuwan bisa saja
menjawab: ya itu terjadi karena gerhana matahari total yang terjadi pada waktu
itu. Jawaban ini tidak mungkin. Karena gerhana matahari hanya bisa terjadi jika
bulan gelap. Tetapi pada saat itu orang Yahudi merayakan paskah. Perayaan
paskah selalu terjadi pada saat bulan purnama. Menurut perhitungan kalender
Israel bulan baru selalu mulai dengan awal munculnya bulan. Hari keempat belas
dari bulan baru, yaitu saat dimana domba paskah harus disembelih, jatuh sama
dengan bulan purnama. Pada waktu itu posisi bulan berseberangan dengan
matahari. Bumi berada di antara bulan dan matahari. Gerhana matahari hanya
mungkin terjadi kalau bulan berada di antara matahari dan bumi.
Jadi gelap
gulita yang terjadi pada hari Jumat Agung tidak ada sangkut paut dengan gerhana
matahari. Kegelapan saat itu adalah sebuah kejadian yang janggal. Ia bukan gejala
alam biasa, yakni gerhana matahari. Lalu apa sebenarnya penyebab kegelapan itu?
Saya ajak
kita melakukan anjangsana ke perjanjian lama. Baiklah kita ingat kembali kisah
penciptaan. Kalimat pertama dari Alkitab berbunyi: "Pada mulanya Allah
menciptakan langit dan bumi. Bumi belum terbentuk dan kosong. Gelap gulita
menutupi samudera raya".
Bumi berada
dalam gelap. Bumi baru mengenal terang waktu Allah mulai bertindak. Itu
sebabnya Kitab Kejadian melaporkan bahwa pekerjaan yang dilakukan Allah pada
hari pertama adalah "menjadikan terang". Terang datang dari Allah.
Karya Allah identik dengan terang. Dan karya Allah berlangsung dalam terang.
Allah
menciptakan terang pada hari pertama. Tapi itu saja belum cukup. Pada hari
keempat, terang itu dilipatgandakan lagi oleh Allah dengan menciptakan
benda-benda penerang. Apakah dengan itu gelap sudah terusir dari dunia?
Ternyata tidak. Kegelapan masih saja ada. Yesaya 9:1 masih bicara tentang
bangsa yang berjalan dalam kegelapan. Bagaimana itu mungkin, padahal Allah sudah
menjadikan terang dan membuat benda-benda penerang?
Rupanya
betapa pun baik dan berguna terang itu, ia tidak mampu menghalau semua
kejahatan dari muka bumi. Karena terang itu hanyalah ciptaan. Untuk benar-benar
menghalau kegelapan dari muka bumi, terang yang sejati harus datang ke dalam
dunia. Yesuslah terang yang sejati. Terang yang sesungguhnya. Terang yang
diciptakan Allah pada hari pertama dan yang dipancarkan dari benda-benda
penerang hanyalah pantulan atau refleksi dari terang yang sejati itu. Terang
dalam Kejadian 1:3 dan terang yang dipancarkan benda-benda penerang, yaitu
matahari, bulan dan bintang, tidak memiliki terang sendiri. Mereka menjadi
terang karena ada terang yang sejati, yaitu Allah. Manusia harus dapat mengerti
terang dan fungsinya jika mereka ada dalam terang. Itu sebabnya pemazmur 36:10
berkata: in lumine tou videmus lumen yang artinya: "dalam terangmu kami
melihat terang".
Lalu apa
hubungan gelap gulita di Jumat yang Agung dengan data yang saya kemukakan ini?
Yang pertama, dengan cerita ini Lukas hendak menegaskan bahwa dunia kembali
kepada keadaannya semula. Dunia benar-benar hidup tanpa Allah pada saat Yesus
menghembuskan nafasnya yang terakhir. Itu sebabnya dunia diliputi kegelapan.
Bukan kegelapan biasa karena gerhana matahari. Tetapi kegelapan luar biasa.
Kegelapan yang dahsyat, kegelapan karena hidup tanpa Allah. Dan memang demikian
adanya. Dua belas jam terakhir dari kisah hidup Yesus memperlihatkan betapa
kejamnya manusia. Manusia telah benar-benar hidup tanpa Allah. Hati mereka
menjadi gelap. Mereka bukan hanya memutarbalikkan kebenaran. Tetapi berusaha
membunuh kebenaran. Manusia bukan hanya menangkap dan mengadili Yesus dalam
kegelapan. Mereka juga ingin memusnahkan terang yang sejati itu dari muka bumi.
Gelap gulita
di Golgota pada Jumat yang Agung ini menunjukkan bahwa dunia dan manusia belum
melangkah jauh dalam hal kebenaran dan kasih. Umur dunia sudah tua, tapi
manusia yang menduduki dunia masih ada pada titik start, nol kilometer.
Kedua,
matahari menjadi gelap, karena Tuhan yang adalah sumber dari mana matahari
memperoleh terang telah tiada. Seumpama lampu, nyala api matahari padam karena
minyak yang menyalakannya sudah habis. Kristus sudah mati. Terang yang
sesungguhnya sudah tiada. Matahari menjadi malu dan tidak tahan melihat
bagaimana kejamnya perlakuan manusia terhadap sang terang. Itu sebabnya
matahari menutup matanya. Ia tidak mau bersinar. Dalam Kitab Matius dan Lukas
dikisahkan bahwa bukan hanya matahari yang menjadi gelap. Tetapi ada juga gempa
bumi yang dahsyat. Bumi gemetar ketakutan waktu menyaksikan sumber hidup dan
sang penciptanya dilumatkan oleh kuatnya dosa dan pemberontakan manusia.
Inilah arti
dari kejadian ajaib pertama di Jumat Agung. Tapi, kuatnya dosa itu tidak
berlangsung lama. Kejahatan yang bersimaharajalela, bahkan sampai menyerang
Allah tidak bertahan. Ia hanya berlangsung sekejap. Hanya tiga jam. Memang
cukup lama, tetapi tidak selamanya. Kegelapan pasti akan berlalu. Kejahatan
tidak punya masa depan. Pada hari paskah nanti, hari kebangkitan Yesus, ia akan
benar-benar pergi dan takluk pada sang terang dunia. Ini juga pelajaran penting
bagi kita. Kejahatan memang ganas tetapi seganas apa pun kejahatan itu, ia
tidak punya masa depan. Akan tiba waktunya dimana kejahatan dilucuti dan para
pelaku kejahatan akan dihadapkan ke pengadilan. Sekarang mungkin tidak, karena
pengadilan dan para hakim kita masih hidup tanpa Allah waktu hendak mengambil
keputusan. Tapi nanti, waktu sang hakim yang agung itu datang semua kejahatan
akan tersingkap.
Tanda ajaib
yang kedua: tirai Bait Allah terbelah dua. Di Bait Allah tergantung dua
tirai/layar. Yang pertama di pelataran depan yang memisahkan ruang untuk umum
dan ruang yang kudus. Layar kedua tergantung di antara ruang kudus dan ruang
maha kudus. Mana dari kedua layat ini yang terbelah tidak disebut dalam
Alkitab. Kita hanya bisa menduga. Terbelahnya tirai ini tentu punya maksud atau
pesan. Kalau maksudnya untuk mengumumkan bahwa jalan kepada Allah sekarang
terbuka kepada semua manusia, maka yang tercabuk itu haruslah tirai yang
memisahkan ruang kudus dan ruang maha kudus. Tetapi ini berarti hanya imam
besar saja yang melihat dan mengetahui hal itu.
Sudah pasti
bukan ini yang dimaksudkan Lukas. Tirai yang tercabik yang dimaksud Lukas
haruslah tirai yang ada di antara ruang untuk umum dan ruang kudus. Dan kalau
itu yang terjadi, maka tercabiknya tirai tadi hendak menegaskan bahwa dengan
kematian Yesus Allah mengumumkan bahwa Ia tidak mau lagi terkurung hanya dalam
Bait Allah dan hanya bisa ditemui di gedung kebaktian. Sejak saat itu Allah
tidak hanya bisa ditemui di Bait Allah. Ia ada dalam perjalanan kepada
bangsa-bangsa. Dia mau juga disembah dan dihormati di tempat-tempat yang bukan
gedung kebaktian atau Bait Allah. Bukan hanya para imam saja yang dapat
berbicara dan melayani Dia. Orang kebanyakan juga dapat bertemu Tuhan Allah
secara langsung.
Pesan ini
sesuai dengan dengan teologi kitab Injil Lukas. Karena keyakinan ini, Lukas
tidak segan-segan bercerita tentang pekabaran Injil yang mulai dari Yerusalem
sampai ke ujung bumi. Lukas juga memperoleh keberanian untuk menulis kepada
seorang bukan Yahudi (Teofilus) dengan maksud meyakinkan dia bahwa cerita
tentang Yesus adalah benar. Bahkan hanya Lukas sajalah yang memuat cerita
tentang orang Samaria yang murah hati (Luk. 10:25-37). Cerita yang memberikan
kepada kita kesan sangat mendalam bahwa pelayanan dan penyembahan kepada Allah
tidak melulu terjadi di Bait Allah atau tempat doa. Menolong sesama yang sedang
dalam kesulitan, mengasihi dan memberi perlindungan kepada seorang asing atau
dia yang memusuhi kita adalah perbuatan beribadah kepada Tuhan.
Kita yang
merayakan Jumat Agung perlu tahu keajaiban ini, sehingga mulai belajar untuk
menyembah Allah bukan hanya di gedung ibadah dan rumah doa, tetapi juga di
setiap tempat dimana saja kita berada.
Keajaiban
ketiga, seorang non Yahudi, bangsa tidak bersunat, kepala pasukan penyaliban
berkata di hadapan umum: "Sungguh, orang ini adalah orang benar374Kita
lihat di sini bahwa Allah tidak menyembunyikan kebenaran kepada orang non Yahudi.
Allah adalah Tuhan yang tidak diskriminatif. Kasih juga tidak pilih muka. Allah
memberikan kepada orang yang percaya maupun orang kafir kemampuan untuk
mengenal kasih dan menghormatinya.
Tidak ada
dosa yang begitu berat sehingga menghalang-halangi kuasa Allah. Tidak. Kepala
pasukan penyaliban digerakkan hatinya oleh Allah untuk mengenal kasih dan
kebenaran. Dengan mengakui bahwa Yesus adalah orang benar di depan umum, ia
mengaku diri sebagai yang melakukan satu tindakan yang salah dan keliru. Si kepala
pasukan penyaliban tidak berusaha membela diri, ia mengakui kekeliruannya
dengan terbuka dan jujur.
Seorang
kepala pasukan mengaku diri berbuat kesalahan dan kekeliruan. Itu diucapkan di
depan umum. Lukas melihat ini sebagai sebuah keajaiban. Ia mencatat ini dalam
kitab yang dia peruntukan kepada Teofilus, seorang pejabat tinggi dalam
pemerintahan Roma waktu itu. Ia tentu mencatat keajaiban ini dengan maksud agar
mendorong Teofilus waktu itu, dan Teofilus-Teofilus masa kini untuk meniru
contoh kepala pasukan penyaliban.
Akhirnya,
Lukas memberi kesaksian bahwa pada Jumat Agung yang pertama ada tiga peristiwa
ajaib. Kita sudah lihat keajaiban itu satu persatu. Tentu saja tidak dengan
maksud mengatakan bahwa keajaiban-keajaiban itu hanya terjadi pada Jumat Agung
yang pertama saja. Lukas catat hal itu untuk mendorong kita agar menjadikan
Jumat Agung yang kita peringati kini dan di sini juga menjadi Agung yang di
dalamnya ada keajaiban-keajaiban yang bisa disaksikan orang lain.
source : http://artikel.sabda.org/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar