Silahkan berkunjung dan bergabung ke facebook HKBP Laut Dendang di FB-HKBPLD. Anda akan mendapatkan firman Tuhan setiap harinya berdasarkan Almanak HKBP dan juga ke Youtube HKBP Laut Dendang di Youtube-HKBPLD berita terkini seputar Gereja HKBP Laut Dendang. Semoga Blog, Facebook dan Youtube HKBP Laut Dendang ini bermanfaat. Dan bisa menjadi berkat bagi kita semua. Amin

Selasa, 26 Mei 2015

Allah Yang Melampaui Segala Kuasa Dunia

(Wahyu 4:1-11)

1. Tidak banyak pembaca Alkitab yang tertarik mendalami bahkan membaca Kitab Wahyu. Bebe-rapa orang mengatakan bahwa membaca kitab Wahyu bagaikan dibawa ke “alam lain”, begitu banyak istilah dan simbol yang membingungkan, dan akhirnya kita tidak mengerti apa-apa.
Tetapi di pihak lain, ada juga beberapa yang malah keranjingan membaca Kitab Wahyu ini, karena semakin bisa masuk ke “alam lain” itu maka dianggap sesuatu yang semakin bagus sehingga bisa dipakai sebagai kode ramalan tentang akhir zaman.
Memang benar Kitab Wahyu penuh dengan bahasa simbolik, sehingga kita memang harus mengerti makna bahasa simbolik itu. Namun, itu semua sesungguhnya dilakukan oleh penulis untuk “menyamarkan” objek dalam Kitab ini demi kepentingan penyebarluasan Surat ini kepada khalayak umum.
Model penulisan Kitab Wahyu ini sesungguhnya similar dengan  Kitab para Nabi yang ada di Perjanjian Lama, keduanya sama-sama memberikan suatu peringatan melalui Firman Allah untuk zamannya sendiri. Sehingga inti utama Kitab Ayub juga sama: Pada akhirnya Kerajaan Allah-lah yang akan menang. Sangat sederhana, Allah yang akan menjadi Penguasa Tunggal, Allah yang melampaui segala kuasa dunia.
2. Bila kita perhatikan, tampak adanya kemiripan bagian awal perikop ini dengan Teks Khotbah Ibadah Minggu kita (Yesaya 6:1-8). Sebagaimana penglihatan Nabi Yesaya tentang kemuliaan Allah di takhta-Nya yang mahatinggi (Yesaya 6:1-3) sebagai awal dari langkah pelayanan Yesaya sekaligus dasar dan bukti atas penyertaan Allah terhadap umat-Nya ketika mereka dalam kegelisahan akibat kematian raja mereka yang mahsyur itu. Demikian pula perikop ini diawali dengan penglihatan Rasul Yohanes akan kemuliaan Allah di takhta mahamulia-Nya (Wahyu 4:1-3). Ini menunjukkan kepada kita dengan jelas bahwa Allah yang telah kita kenal di Perjanjian Lama itu terus-menerus berkarya dalam kemahatinggian-Nya untuk melindungi perjalanan umat-Nya, menebus, dan bahkan memberikan kelegaan ketika mereka di lingkup penganiayaan karena iman dan kesetiaan mereka.

Mengapa dalam ayat 2 Rasul Yohanes menyebut kata “Seseorang” bukan dengan terang langsung saja menyebut “Allah”? Hal ini merupakan kebiasaan orang Yahudi karena rasa hormat mereka memakai istilah-istilah untuk Allah daripada menyebukan nama-Nya dengan terus-terang.
3. Ada banyak sekali bahasa simbolik dalam perikop  Wahyu 4:1-11 ini, kita akan mencoba mengesampingkan perdebatan yang ada dan memilih tafsiran yang paling populer belakangan ini.
Yohanes menceritakan bahwa sekeliling takhta Allah ia melihat duapuluh empat takhta, yang di atasnya duduk tua-tua yang memakai pakaian putih (ayat 4). Keduapuluhempat tua-tua tersebut adalah gambaran akan malaikat-malaikat, seperti kebiasaan Perjanjian Lama khususnya pada teks-teks muda (misalnya Mazmur 89:8) yang sering berbicara tentang kalangan malaikat yang ada di sekitar Allah. Tentu saja bilangan jumlah 24 itu sengaja sejajar dengan para kepala golongan imam-imam di Bait Suci yang juga berjumlah 24 (1 Tawarikh 24). Penting diingat bahwa dalam Kitab Wahyu sering sekali sorga dibayangkan layaknya sebagai sebuah Bait Suci, sehingga 24 malaikat tersebut dapatlah dikatakan mereka adalah pemimpin ibadat kepada Allah di sorga (bandingkan 5:8). Mereka berpakaian “putih”, putih merupakan warna kemuliaan sorga.
Dari tahkta keluar kilat dan bunyi guruh menderu (ayat 5), ini adalah majestas tremenda yaitu kemuliaan yang digambarkan dengan kedahsyatan yang luar biasa (bandingkan dengan apa yang terjadi di Sinai terhadap umat Israel).
Tujuh obor adalah simbol ketujuh Roh Allah (ayat 5). Angka 7 tentu saja bukan merujuk pada politeisme, tetapi angka 7 adalah lambang kesempurnaan. Sehingga bila angka 7 dihubungkan dengan Roh Allah itu merujuk kepada kekudusan dan kepenuhan sempurna pekerjaan Roh Allah.
Empat makhluk penuh dengan mata (ayat 6). Tidak usah disangsikan bahwa ini adalah juga penggambaran malaikat Allah, sebagaimana penggambaran Yehezkiel tentang Kerubim yang memiliki empat wajah (Yehezkiel 1), tentu ini “bentuk” yang lain dari penglihatan Yohanes akan malaikat Allah, pun digambarkan seperti singa, anak lembu, manusia, serta burung nasar (ayat 7).
Nyanyian pujian malaikat pada ayat 8 sejajar dengan yang ada dalam Yesaya 6 (lihat tafsirannya dalam Bahan Khotbah Ibadah Minggu).
4. Setiap kali kalau keempat makhluk itu memuji Allah maka tersungkurlah keduapuluhempat tua-tua itu (Yunani: “proskunesis” artinya “tersungkur dengan muka sampai ke tanah”) dan melem-parkan mahkota mereka di hadapan takhta Allah (ayat 9-10). “Melemparkan mahkota” merupakan bahasa orientalis Romawi dalam budaya perang mereka sebagai tanda menaklukkan (penyerahan) diri. Bahkan malaikat menyadari bahwa hanya satu yang layak mendapat kemahamuliaan dalam ciptaan, dan Ia itu adalah Pencipta sendiri.
“Ya Tuhan dan Allah kami” (ayat 11) adalah ungkapan yang jelas sebagai kritik keras kepada kaisar Domitianus (81-96), seorang lalim, kaisar yang terkenal karena kekejamannya terhadap orang Kristen, yang memerintah ketika itu. Ada banyak gelar yang diberikan kepada Domitianus, salah satunya “Dominus ac Deus Noster” (Tuhan dan Allah kami). Penglihatan Yohanes ini ingin menyatakan bahwa bukan Domitianus yang layak diberi gelar tersebut, tetapi hanya kepada Allah yang melampaui segala kuasa dunia, termasuk melampaui seorang kaisar yang bernama Domitianus.
Akhirnya, tentu saja pemberitaan penglihatan Yohanes ini merupakan penghiburan yang sangat baik bagi umat Tuhan yang sedang menghadapi penindasan yang semakin besar dari pemerintahan (kaisar) Romawi. Penghambatan, pembunuhan, penganiayaan orang percaya, pembakaran gereja, pengusiran dari kota, adalah sedikit dari penderitaan yang secara konstan pernah dan sedang dialami oleh umat Tuhan. Halley, teolog Perjanjian Baru yang terkenal itu, dengan baik menyimpulkan perikop ini dengan penghiburan bahwa betapa besarpun tantangan dan penyiksaan yang dihadapi oleh gereja dan orang percaya di segala zaman, maka janganlah tawar hati, karena Tuhan Allah masih tetap duduk di atas tahkta-Nya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar