Oleh: Pdt Daniel Taruli Asi Harahap
1. Mengapa memberi persembahan?
Hampir dalam setiap
pertemuan ibadah atau kebaktian kita mengumpulkan persembahan. Bahkan
anak-anak Sekolah Minggu dan Remaja/ Pemuda kita yang jelas-jelas belum
berpenghasilan sudah kita ajarkan untuk memberi persembahan. Ada
bermacam-macam nama kita berikan kepada persembahan atau pengumpulan
uang untuk umat Tuhan ini: persembahan: syukur, tahunan/ bulanan,
persepuluhan, sulung, paskah, natal, ujung tahun atau tahun baru dll.
Dan jika kita jujur gereja kita bisa beraktivitas dan hidup dari dan
karena persembahan itu, begitu juga petugas-petugas yang sepenuhnya
mengabdikan hidupnya untuk melayani gereja. Namun apakah sesungguhnya
makna persembahan itu? Mengapa setiap kali bertemu dalam rangka gereja
atau ibadah kita harus mengumpulkan persembahan? Apakah makna teologis
persembahan?
2. Tuhan pemilik kehidupan.
Aktivitas dan kehidupan TUHAN tidak
tergantung pada belas kasihan kita. Mazmur 50:7-14 dan Yesaya 1:10-13
secara eksplisit mengatakan bahwa Tuhanlah Pencipta dan Pemilik seluruh
kehidupan ini. Bumi serta segala isinya adalah milik Tuhan (I Kor
10:26). Sebagaimana kata sang pemazmur: “PunyaMulah siang, punyaMulah
malam, punyaMulah langit, punyaMulah bumi” (Mazmur 74:16, Maz 89:12)
Itu artinya Tuhan sama sekali tidak tergantung kepada sokongan, bantuan apalagi belas kasihan kita untuk melakukan aktivitasNya.
Bahkan Tuhanlah yang sesungguhnya yang empunya diri kita dan segala apa
yang ada pada kita. Tubuh, jiwa dan roh, serta harta milik kita pada
hakikatnya adalah milik Tuhan. Sebagaimana dikatakan oleh Rasul Petrus
“kita sudah ditebus oleh Allah dengan darah yang Kristus kudus dan mahal
itu” (I Pet 1:18-19), sebab itu kita telah menjadi milik Kristus dan
milik Allah (I Kor 3:23, I Kor 6:9. Ef 1:4, Mazmur 100:3) . Jika memang
segala sesuatu yang ada dalam diri kita dan pada kita milik Allah:
apakah lantas arti persembahan? Sebab itulah dalam doa persembahan kita
seyogianya mengatakan: siapakah aku ini, ya Tuhan sehingga pantas
memberi kepadaMu? Apakah yang ada padaku yang tidak berasal dari Engkau?
Tubuh, jiwa dan rohku dan harta milikku sesungguhnya adalah
pemberianMu. Aku adalah milikMu!
“Tetapi kamu adalah milik Kristus
dan Kristus adalah milik Allah……Sebab kamu telah dibeli dan harganya
telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu” (I Kor
3:23, 6:20)
3. Persembahan adalah penyerahan diri penuh
Rasul Paulus menyatakan
agar kita mempersembahkan tubuh (baca: diri seutuhnya) kepada Allah.
(Roma 12:1). “Serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang yang dahulu
mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota
tubuhmu kepada Allah untuk dipergunakan sebagai senjata-senjata
kebenaran” (Roma 6:13b). Dalam Mazmur 51:19 dikatakan korban persembahan
kepada Allah ialah jiwa yang hancur dan hati yang patah-remuk. Sebab
Allah lebih menyukai kasih setia dan pengenalan akan Allah daripada
korban persembahan. (Hosea 6:6). Allah menyukai perbuatan keadilan
kepada sesama daripada korban (Amos 5:21-24). Sebagaimana disampaikan
Rasul Paulus:“Supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan
yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah
ibadahmu yang sejati” (Roma 12:1)
4. Persembahan bukan ganti hati dan sikap taat
Selanjutnya kita sadar bahwa hati
dan dirilah yang seharusnya harus dipersembahkan kepada Tuhan. Uang
tidaklah dapat menggantikan hati dan diri kita. Uang juga tidak dapat
menggantikan sikap dan tingkah laku kita yang diminta Tuhan. Sebab itu
persembahan juga bukanlah semacam uang “pelicin” untuk melunakkan hati
Tuhan dan menutupi pelanggaran atau memaafkan kesalahan! Tuhan lebih
menghendaki pengenalan akan Allah dan kesetiaan dibandingkan korban
bakaran (Hosea 6:6).
5. Nilai persembahan ditentukan motivasi
Yesus sangat menekankan
motivasi dalam memberi persembahan. Bagi Yesus bukan jumlah nominalnya
namun motivasi yang menggerakkan seseorang memberi persembahan itulah
yang terpenting dan menentukan nilai persembahan itu (Matius 6:1-4).
Sebab itu Yesus menganjurkan memberi persembahan secara tersembunyi
untuk menguji kesungguhan dan ketulusan hati orang yang memberi. Orang
yang memberikan persembahan untuk mendapatkan pujian dari sesama manusia
sudah mendapatkan upahnya (dari manusia) dan karena itu tidak
mendapatkan upah lagi dari Allah Bapa yang di sorga.
6. Nilai persembahan tergantung prosentase berkat
Nilai persembahan itu
harus diukur dengan memperbandingkannya dengan berkat Tuhan yang sudah
diterima orang tersebut. Berapa persenkah berkat Tuhan yang dikembalikan
orang tersebut sebagai persembahan. Persembahan janda miskin dalam
Lukas 21:1-4 dianggap lebih besar daripada persembahan orang-orang kaya
bukan karena nominalnya memang lebih besar, namun karena persentasenya
lebih besar (dibandingkan dengan berkat materi yang diterima
masing-masing). Persembahan karena itu haruslah juga
menjadi tanda keadilan. Yang mendapat banyak (dari Tuhan) wajar jika
memberikan lebih banyak (“kepada Tuhan”). Orang yang mendapat berkat
Tuhan berlimpah harus memikul beban persembahan lebih berat supaya ada
keseimbangan dan keadilan. (lihat II Kor 8:13-15)
Paramater menguji persembahan:
Ada pertanyaan yang harus diajukan oleh masing-masing orang untuk mengukur persembahannya pantas apakah tidak pantas. Jangan tanya berapa persembahan yang SUDAH Anda diberikan, tetapi berapakah berkat Tuhan yang BELUM atau TIDAK Anda dipersembahkan?
8. Makna persembahan
Pertama : Tanda Pengakuan
Dengan memberi persembahan kita
mengaku bahwa tubuh, jiwa, dan roh serta segala yang ada pada kita
adalah berasal dari Tuhan dan pada hakikatnya milik Tuhan. Sebab itu
kita harus mempergunakannya sesuai dengan kehendak Tuhan. Sebagian dari
apa yang ada itu kita potong (dengan sadar dan sengaja) dan kita
kembalikan kepada Tuhan sebagai tanda pengakuan bahwa pada hakikatnya
diri dan harta yang ada pada kita adalah milik Tuhan. Jumlah yang kita
potong dan beri itu bisa saja kurang atau bahkan lebih dari sepuluh
persen (persepuluhan). Namun harus “terasa sakit” atau pengaruhnya bagi
yang memberi tersebut. Memberi persembahan secara benar ibarat
“memotong” dan “memberi” bagian tubuh atau hidup sendiri orang lain.
(Mal 3:10)
Kedua: tanda syukur dan terima kasih.
Dengan memberi persembahan kita
mengaku bahwa kita sudah menerima (banyak) dari Tuhan. Sebagian kita
kembalikan kepada Tuhan sebagai tanda syukur atau ucapan terimakasih.
Sebab itu kita memberikannya dengan penuh sukacita dan ikhlas!
Persembahan sebab itu adalah respons atau jawaban orang beriman terhadap
kasih dan berkat Allah yang begitu besar kepadanya. Persembahan adalah
respons karena dan bukan syarat supaya mendapatkan berkat Allah!
Persembahan bukanlah situmulans untuk
merangsang kebajikan Allah namun reaksi atas kebajikan Allah. Persembahan bukanlah upeti yang dituntut Allah namun ucapan syukur manusia yang menerima berlimpah berkat. “Persembahkanlah syukur kepada Allah dan bayarlah nazarmu kepada Yang Mahatinggi” (Mazmur 50:14)
merangsang kebajikan Allah namun reaksi atas kebajikan Allah. Persembahan bukanlah upeti yang dituntut Allah namun ucapan syukur manusia yang menerima berlimpah berkat. “Persembahkanlah syukur kepada Allah dan bayarlah nazarmu kepada Yang Mahatinggi” (Mazmur 50:14)
Ketiga: tanda kasih dan kemurahan hati.
Yesus Kristus sudah memberikan diriNya kepada kita, menderita dan berkorban bagi kita. Sebab
itu kita juga mau memberi, berbagi dan berkorban bagi sesama kita.
Sebagaimana Kristus rela memecah-mecah tubuh dan mencurahkan darahNya
untuk umat yang dikasihiNya, kita juga mau memecah-mecah roti dan berkat
kehidupan untuk sesama. Ketika memberi persembahan kita sekaligus mau
mengingatkan diri kita dan membaharui komitmen/ janji kita untuk selalu
memberi, berbagi dan berkorban sebagaimana telah diteladankan oleh
Kristus. (I Yoh 3:16-18).
Keempat: tanda iman atau kepercayaan
Kita percaya bahwa Tuhan
mencukupkan kebutuhan kita dan menjamin masa depan kita. Sebab itu kita
tidak perlu kuatir atau kikir. Dengan memberi persembahan kita mau
mengatakan kepada diri kita bahwa kita tidak takut kekurangan di masa
depan sebab Allah menjamin masa depan. Persembahan adalah tanda iman
kita kepada pemeliharaan Allah di masa depan. Sebab itu kita memberi
persembahan tidak hanya di masa kelimpahan tetapi juga di masa
kekurangan, tidak saja sewaktu kaya namun juga saat miskin. (Lih. Flp
4:17-19, II Kor 9:8).
sumber : Rumametmet.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar