Merdeka: MERangkul DEngan KAsih
Khotbah Ibadah HUT Kemerdekaan RI Ke-75 | 17 Agustus 2020
Bacaan 1 : Kejadian 43 : 1 – 34
Bacaan 2 : Kisah Para Rasul 15 : 1 – 21
Tema Liturgis : Hidup Menurut Jalan Yang Ditunjukkan Tuhan”
Tema Khotbah: MERDEKA : “MERangkul DEngan KAsih”
Kejadian 43 : 1 – 34
Yakub meminta anak-anaknya kembali ke Mesir untuk membeli bahan
makanan (1-3). Tetapi, di pasal sebelumnya kita tahu, Yusuf tidak
mengizinkan mereka kembali kecuali membawa Benyamin. Dalam hal ini,
Yakub merasa berat hati mengizinkan mereka membawa Si Bungsu (6). Dia
sepertinya tidak mau mengulang tragedi kehilangan anak lagi (14b).
Tetapi, Yehuda menjadikan dirinya sebagai jaminan (9). Dia meyakinkan
Yakub akan membawa Benyamin pulang kembali. Akhirnya, Yakub menyerah dan
mengizinkan mereka membawa Benyamin ditambah persembahan dan upeti
untuk memohonkan belas kasihan pemimpin Mesir itu.
Saudara-saudaranya membenci Yusuf karena iri. Mereka cemburu dengan segala keistimewaan yang didapatkannya. Sekian lama waktu berselang, Yusuf ingin melihat apakah iri hati itu masih ada didalam hati saudara-saudaranya? Ketika tiba di Mesir, mereka dibawa ke rumah Yusuf untuk ikut perjamuan makan bersama. Dalam perjamuan, ia sengaja memberikan porsi lima kali lebih banyak kepada Benyamin (34). Yusuf ingin mengetahui apakah saudara-saudaranya akan menjadi iri dan membenci Benyamin, sama seperti mereka dahulu membencinya karena berbagai hak spesial yang diperolehnya. Dan saudara-saudara Yusuf sepertinya sudah berubah.
Kisah Para Rasul 15 : 1 – 21
Karya pelayanan Paulus dan Barnabas di Antiokhia, sesudah
perjalanan pertama dalam mengabarkan Injil, terhalang oleh
kesukaran-kesukaran yang besar. Kesukaran-kesukaran itu bukanlah datang
dari pihak kaum Yahudi yang tak mau percaya kepada Tuhan Yesus,
melainkan justru dari pihak orang-orang Yahudi, yang sudah menjadi
Kristen.
Diduga bahwa mereka inipun seperti yang disebutkan dalam ayat 5, berasal dari golongan Farisi yang terkenal itu. Sengaja mereka datang dari Yudea ke Antiokhia, untuk mengubah pikiran jemaat di tempat itu, mengenai sesuatu pokok tertentu. Pokok ini adalah tentang sunat. Orang-orang Kristen dari Yudea ini, bukanlah tak menyetujui adanya penerimaan jemaat Antiokhia terhadap orang-orang Kristen non-Yahudi sesudah melalui baptisan, tetapi mereka menuntut dengan tak bersyarat, berlakunya sunat terhadap orang-orang Kristen non-Yahudi yang bertobat ini menurut hukum-hukum Musa. Mereka tak menyangkal kuasa pengorbanan Yesus Kristus untuk pengampunan dosa, tetapi mereka yakin bahwa hanya dengan jalan penyunatan, Kristus menganugerahkan keselamatan yang daripada-Nya kepada orang-orang percaya.
Benang Merah Tiga Bacaan :
Dua sumber dalam bacaan mengajak kita untuk merangkul orang lain dengan kasih, dengan latar belakangnya masing-masing.
Pendahuluan
Tema kita hari ini merangkul dengan kasih, kepanjangan dari kata
MERDEKA. Merdeka!!!(Pekik 3 kali).
Saudaraku, hari ini kita memperingati Hari Ulang Tahun Ke-75 Kemerdekaan Republik Indonesia. Kita yang hidup sekarang ini, bukan eranya perang dengan memanggul senjata tajam atau senapan, tetapi era kita sekarang ini adalah era mengisi kemerdekaan. Kalau pun perang, bukanlah perang menghancurkan orang lain yang kita anggap sebagai musuh, tetapi menghancurkan godaan dalam diri kita untuk kemudian merangkul yang lainnya, bahkan yang kita anggap sebagai musuh sekalipun, sehingga kita benar-benar menjadi orang merdeka. Lantas, nilai-nilai hidup seperti apa yang bisa kita kembangkan dalam mengisi kemerdekaan sebagai anak-anak Tuhan?
Isi
Saudara, dalam bacaan pertama kali ini mengetengahkan bagaimana
Yusuf mempunyai semangat mengampuni dan merangkul saudara-saudaranya ke
dalam pelukan sebagai keluarga. Yusuf tidak menganggap
saudara-saudaranya sebagai musuh yang layak untuk dijadikan ajang balas
dendam. Kalaupun ingin membalas dendam, Yusuf bisa dan sangat mungkin,
dengan alasan:
Pertama, secara manusiawi sangat sah bagi Yusuf untuk jengkel serta marah kepada saudaranya yang sudah mengkhianatinya sebagai saudara dengan berupaya meniadakan dirinya dengan cara memasukkannya ke sumur kosong yang tidak berair (Kej. 37:24). Kalau kita teropong dengan aturan menurut sistem hukum di Indonesia hari ini, tindakan saudara-saudara Yusuf bisa kena pasal berlapis dalam KUHP antara lain: Pasal tentang perundungan (Pasal 156, 157, dan 170), pasal penghinaan (310), dan/atau dapat pula terkena pasal penganiayaan (351 sampai 358). Juga bisa dikenakan pasal tentang human traficking/perdagangan manusia (pasal 297) karena saudara-saudara Yusuf pada akhirnya menjual Yusuf kepada saudagar Midian dengan harga dua puluh syikal perak (Kej. 37:28) atau setara 228 gram perak, tidak lebih dari dua juta rupiah. Murah sekali. Mereka tidak fokus pada motif ekonomi untuk menjual Yusuf, namun lebih pada motif kecemburuan dan kebencian mereka (saudara-saudaranya) yang lebih tinggi dibandingkan nilai nominal uang. Motif mereka, asal Yusuf tiada, beres sudah. Dapat nilai jual sedikit tidak masalah, yang penting Yusuf tidak ada lagi bersama mereka.
Kedua, Yusuf sekarang sudah menjadi penguasa di Mesir. Secara politik kekuasaan dan politik ekonomi, Yusuf lebih kuat, dan pada saat itulah saudara-saudaranya datang kepadanya untuk memohon belas kasihan demi kelangs
ungan hidup. Sah bagi Yusuf untuk menggunakan kekuasannya sebagai ajang balas dendam. Tapi itu tidak dilakukan Yusuf. Yusuf menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk merangkul, bukan memukul. Tak mudah bagi orang yang punya narasi masa lalu yang kelam, seperti Yusuf untuk mengampuni dan merangkul. Orang terkadang bisa mengampuni, tapi terkadang sulit melupakan peristiwanya lalu menggoda orang untuk sakit hati kembali. Yusuf memang tidak serta merta lupa akan kisah hidupnya yang pernah dikhianati saudara-saudaranya. Namun kalaupun peristiwa itu diingat, hal itu digunakan oleh Yusuf untuk melihat bagaimana Allah menuntun dan memelihara keluarganya (Kej. 45:5-8). Yusuf dapat dikatakan adalah salah satu orang yang paripurna pada masanya.
Saudaraku, tidak mudah untuk merangkul, termasuk orang-orang yang mengaku dan merasa sudah diselamatkan pun tidak mudah untuk merangkul. Seperti bacaan kedua mengisahkan bagaimana pekerjaan Paulus dan Barnabas di Antiokhia, sesudah perjalanan pertama dalam mengabarkan Injil, terhalang oleh kesukaran-kesukaran yang besar. Kesukaran-kesukaran itu bukanlah datang dari pihak kaum Yahudi yang tak mau percaya kepada Tuhan Yesus, melainkan justru dari pihak orang-orang Yahudi, yang sudah menjadi Kristen.
Orang-orang dari golongan Farisi sengaja datang dari Yudea ke Antiokhia, untuk mengubah pikiran jemaat di tempat itu, mengenai sunat. Orang-orang Kristen dari Yudea ini memutlakkan sunat. Mereka tak menyangkal kuasa pengorbanan Yesus Kristus untuk pengampunan dosa, tetapi mereka yakin bahwa hanya dengan jalan penyunatan, Kristus menganugerahkan keselamatan. Ruang ‘Kristus’ yang penuh anugerah, menjadi ruang yang bersyarat. Menurut mereka (orang-orang Farisi, yang telah menjadi percaya itu) setelah dibaptis, untuk beroleh keselamatan mereka juga harus disunat seperti hukum Musa (Kis. Rasul 15:5). Mereka sesungguhnya adalah orang-orang yang dirangkul Kristus untuk beroleh keselamatan, tetapi kemudian mereka memasang kuk, kepada sesamanya dan memutlakkan kuk itu.
PenutupKedua bacaan kita hari ini mengajak kita berefleksi untuk menjadi orang-orang yang merdeka. Merdeka dari kebencian, merdeka dari iri dengki, merdeka dari kekecewaan, merdeka dari melihat narasi masa lalu secara negatif dan buruk, tetapi masa lalu kita yang buruk sekalipun, dapat kita pahami sebagai cara Tuhan untuk memelihara dan menuntun kita. Karena MERDEKA adalah MERangkul DEngan Kasih, seperti Tuhan Yesus merangkul serta mengasihi kita. MERDEKA!!! Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar