Dewasa ini
natal sudah menjadi hari perayaan yang universal, bukan lagi hanya perayaan
keagamaan umat kristiani. Kendati
banyak orang di luar umat kristiani yang menolak sekedar untuk ikut merayakan
natal (bahkan untuk mengucapkan Selamat Natal sekalipun), namun tampaknya lebih
banyak lagi orang yang terlibat “merayakannya”.
“Merayakan”
yang dimaksud di sini tentu bukan dalam arti religius, tetapi dalam arti umum,
sekedar pesta dan bersenang-senang di hari libur.Bahkan di
beberapa tempat, seperti di diskotik, natal “dirayakan” secara tidak benar,
dengan huru-hara, pesta pora dan melakukan hal-hal yang tidak sepatutnya.
Di sisi
lain, hiruk-pikuk dan gemerlapnya perayaan natal, sekalipun dirayakan secara
benar, dapat mengaburkan makna natal yang sesungguhnya.Oleh karena
itu, perlu direnungkan kembali makna natal yang sesungguhnya, sehingga esensi
natal tidak hilang begitu saja oleh hiruk-pikuk dan gemerlapnya perayaan natal,
bahkan oleh “perayaan” natal yang tidak benar.
Lalu, apakah
makna natal yang sesungguhnya menurut Alkitab dan pandangan Kristen?
Artikel ini akan mencoba membahasnya.
1. Natal Adalah Pengorbanan
Makna natal
yang sesungguhnya yang pertama adalah pengorbanan.
Karena
kasihNya kepada manusia yang berdosa, Allah rela mengorbankan anakNya yang
tunggal, Yesus Kristus, agar manusia terbebas dari dosa (Yohanes 3:16). Manusia
yang telah jatuh dalam dosa seharusnya akan mati menanggung dosa-dosanya, namun
Allah yang pengasih dan penyayang rela mengorbankan anakNya yang tunggal untuk
mati menggantikan kita.
Allah
berkorban dalam peristiwa natal. Demikian juga dengan orang-orang pada
peristiwa natal, mereka juga turut berkorban.Para majus
mengorbankan persembahan-persembahan mereka: emas, perak, dan mur (Matius
2:11), sebagai “kado natal” terindah mereka kepada bayi Yesus.
Juga Yusuf
dan Maria harus berkorban di hari natal. Maria dan Yusuf harus mengorbankan
perasaan mereka untuk menerima bayi Yesus yang bukan anak mereka sendiri, dan
ketika mereka masih belum resmi berstatus sebagai suami istri. Selain itu,
mereka juga harus berkorban ketika pergi dari Nazaret ke Betlehem, di mana
Maria dalam keadaan mengandung.
Dan ketika
Herodes Agung berencana membunuh bayi-bayi di Betlehem, mereka juga harus
mengungsi ke Mesir untuk beberapa lama, hingga Herodes Agung meninggal dunia.
Sah-sah saja
jika kita mengharapkan kado natal pada hari natal. Tetapi alangkah baiknya jika
kita juga memberikan kado di hari natal, terutama bagi mereka yang kurang
mampu.
Tetapi yang
terutama adalah “pengorbanan” kita bagi Yesus yang telah rela datang ke dunia
untuk membebaskan kita dari belenggu iblis dan dosa serta memberi kita hidup
kekal di sorga bersamaNya. Pengorbanan apakah yang telah kita lakukan untukNya?
2. Natal Adalah Solidaritas
Makna natal
yang sesungguhnya yang kedua adalah solidaritas.
Anak Allah
yang kudus rela datang ke dunia dan menjadi sama seperti manusia. Dia adalah
Allah, yang pada hakekatnya setara dengan Allah Bapa, namun Ia rela
mengosongkan diriNya dan mengambil rupa seorang manusia/hamba agar bisa mati
bagi dosa-dosa dunia (Filipi 2:5-8).
Yesus adalah
Tuhan, turun dari singgasanaNya di sorga dan datang ke bumi dengan cara
berinkarnasi, mengambil rupa seorang manusia dan tinggal di antara manusia
(Yohanes 1:1,14).
Yesus
tinggal di antara manusia yang berdosa, bejat dan memberontak kepada Allah. Ia
melakukan hal itu agar Ia dapat melayani manusia dan mati bagi mereka. Itulah
sebabnya namaNya disebut Immanuel: Tuhan beserta kita (Matius 1:21-23).
Lewat natal
kita diingatkan untuk menunjukkan rasa solidaritas dan persaudaraan terhadap
mereka yang terhilang, miskin, terpinggirkan, dan menderita.
3. Natal Adalah Kesederhanaan
Makna natal
yang sesungguhnya berikutnya adalah kesederhanaan.
Anak Allah
yang kudus lahir bukan di ibu kota Israel, Yerusalem, atau di ibu kota
kekaisaran Romawi, Roma, namun di kota kecil Betlehem (Lukas 2:4-6). Dia juga
tidak lahir di istana, namun di dalam palungan, atau tempat makan ternak (Lukas
2:7).
Dia juga
tidak lahir di dalam keluarga raja atau bangsawan yang terhormat, juga tidak di
dalam keluarga orang kaya, tetapi di dalam keluarga tukang kayu yang sederhana,
Yusuf dan Maria.
Jika Dia
mau, sebenarnya Ia bisa saja memilih lahir di kota besar saat itu, seperti
Yerusalem atau Roma, atau lahir di keluarga kaya atau bangsawan, bukan di dalam
keluarga tukang kayu yang sederhana. Namun Ia tidak melakukannya. Ia lahir dan
hidup secara sederhana.
KelahiranNya
pun diberitakan bukan kepada para raja, nabi atau orang besar, namun kepada
para gembala domba yang sederhana (Lukas 2:8-12).
Kita patut
merayakan natal secara sederhana, bukan dengan kemewahan, sebab peristiwa natal
yang pertama pun sangat sederhana.
Tidaklah
salah membeli pakaian baru pada hari natal, membuat kue-kue dan makanan yang
lezat, menghias gereja dan rumah kita dengan ornamen-ornamen natal, tetapi
jangan sampai kesederhanan natal menjadi hilang dari perayaan kita.
4. Natal Adalah Universalitas
Makna natal
yang sesungguhnya lainnya adalah universalitas.
Natal adalah
bagi semua orang dari segala bangsa. Hal ini tampak dari pemberitahuan malaikat
kepada para gembala di padang Efrata. Malaikat tersebut mengatakan bahwa kabar
yang dibawanya ditujukan bagi segala bangsa (Lukas 2:10).
Hal ini juga
tampak dari kedatangan para majus dari Timur, yang jelas bukan orang Israel.
Mereka datang dari negerinya untuk menyembah Juruselamat yang baru lahir.
Mereka
datang bukan atas inisiatif mereka sendiri, tetapi karena dituntun oleh Allah
sendiri lewat sebuah bintang di langit. Hal ini menunjukkan bahwa Allah
memaksudkan natal untuk segala bangsa, termasuk orang-orang majus dari Timur
ini.
Jadi natal
ditujukan bukan hanya kepada orang Israel saja, sebagai umat plihan Tuhan,
tetapi kepada semua bangsa di bumi (Lukas 2:30-32).
Kita dapat
mengundang setiap orang untuk menerima kasih natal tersebut. Siapa saja yang
mau percaya dan menerima bayi natal, dapat turut merayakan natal.